STREAMING TV IN THE WORLD Complete

Ghibratz | 3:38 AM | 0 comments


STREAMING TV IN THE WORLD
To see it click here


Perang Trunojoyo dan Suropati di Madiun

Ghibratz | 6:21 AM | 0 comments
Situasi  Perang Trunojoyo dan Suropati di Madiun

Pada tahun 1676 terjadi pemberontakan Trunojoyo terhadap Amangkurat I di Mataram yang bekerjasama dengan VOC. Trunojoyo, pangeran dari Madura ini  banyak mendapat dukungan dari berbagai kalangan. Setelah berhasil menguasai hampir separoh wilayah Mataram, pasukan Trunojoyo menyerbu istana Mataram di Plered dan berhasil menguasai Mataram, hingga Sri Susuhunan Amangkurat I harus menyingkir ke barat, sampai di Tegalwangi dan meninggal di sana (terkenal dengan Sunan Tegalarum), menggantikan ayahnya Pangeran Adipati Anom bergelar Susuhunan Amangkurat II, segera bersekutu dengan VOC untuk memberantas Pasukan Trunojoyo. Akhirnya tahun 27 Desember 1679, Benteng pertahanan terakhir Trunojoyo dikepung 3000 prajurit VOC, Aru Palaka (Makassar) dan Mataram, Trunojoyo menyerah di lereng Gunung Kelud.

Pada waktu perang Trunojoyo ini, Madiun di bawah Bupati Kyai Irodikromo atau Pangeran Adipati Balitar (1645-1677) kemudian digantikan putranya Pangeran Tumenggung Balitar Tumapel (1677-1703). Menurut catatan VOC , dalam perang ini rakyat Madiun  bersikap statis walaupun dalam hatinya mereka lebih memihak perjuangan Trunojoyo melawan Susuhunan Amangkurat II yang bersekutu dengan VOC. Dukungan rakyat Madiun terhadap Trunojoyo hanya berupa dukungan moral dan logistik pada  pasukan Trunojoyo yang berlindung di wilayah Madiun.

Tanggal 5 Nopember 1678, pasukan Amangkurat II dengan jumlah besar yang terdiri dari Prajurit Makassar, Malaya, Ambon dan juga Jawa setelah singgah di Desa Klagen Gambiran kemudian berkemah di pinggir Kali Madiun di Desa Kajang. Disini pasukan Belanda dibawah Kapten Tack bergabung. Hari berikutnya mereka meneruskan pengejaran terhadap Trunojoyo ke timur, di Desa Tungkur (saradan)  Pasukan Trunojoyo mengadakan perlawanan sengit  hingga pasukan Mataram terpaksa bermalam di Caruban.

Tanggal 17 Nopember 1678 , pasukan gabungan ini menyeberangi sungai Brantas untuk masuk ke wilayah pertahanan Trunojoyo di Kediri.

Untung Suropati adalah pelarian dari Banten, karena telah menghancurkan Pasukan Kuffeler yang menjemput Pangeran Purbaya ke Benteng Tanjungpura. Dalam pelariannya Untung Suropati mengantar istri Pangeran Purbaya dari Banten ”Gusik Kusuma” pulang ke Kartasura. Di Kartasura Suropati di terima baik oleh Sri Susuhunan Amangkurat II. Pebruari 1686 Kapten Francois Tack terbunuh oleh Suropati di halaman istana Kartasura, ketika tentara VOC akan menangkap Suropati. Karena takut pada VOC, Amangkurat II merestui Suropati yang di bantu Patih Nerangkusuma (ayah Gusik Kusuma) pergi ke timur untuk merebut Kabupaten Pasuruan (Bupati Anggajaya). Dalam hal ini rakyat Madiun mendukung Untung Surapati baik berupa harta-benda maupu bantuan prajurit Madiun. Maka VOC mendapat hambatan yang serius ketika melakukan pengejaran Pasukan Surapati ke timur melewati wilayah Madiun. Maka dengan demikian secara langsung Madiun ikut berperang melawan Kompeni Belanda, banyak pemimpin Madiun yang menjadi senopati perang melawan tentara VOC, diantaranya Sindurejo (kemudian menetap di Ponorogo), Singoyudo kemudian menetap dan menjadi cikal bakal Dusun Candi, Bagi Kecamatan Sawahan. Pertempuran di Madiun banyak memakan korban pihak tentara VOC yang pimpin Kapten Zaz.

Tahun 1703 sepeninggal Sri Susuhunan Amangkurat II, terjadi perang suksesi Jawa I (1704-1708), yaitu perang perebutan kekuasaan Kartasura antara Amangkurat III (Sunan Mas) dengan pamannya yaitu, Pangeran Puger. Pangeran Puger kemudian pergi ke Semarang, beliau disana diangkat sebagai Susuhunan oleh para bangsawan dan Pemerintah Belanda.

Bupati Madiun Pangeran Tumenggung Balitar Tumapel wafat karena usia tua, putri sulungnya Raden Ayu Puger menggantikan kedudukan Bupati Madiun, beliau juga membantu mengirim prajurit-prajurit Madiun untuk membantu perjuangan Suropati. Tahun 11 September 1705 suami Bupati Madiun, Pangeran Puger memasuki istana Kartasura, dinobatkan menjadi raja Mataram Kartasura dengan gelar Sri Susuhunan Paku Buwono I, tentunya Raden Ayu Puger mengikuti suaminya bertahta di Kartasura, sebagai penggantinya ditunjuklah saudaranya bernama Pangeran Harya Balitar menjadi Bupati Madiun. Pada saat itu perang Surapati beralih ke timur, di Pasuruan yang telah di rebut Untung Surapati dan menduduki tahta Bupati Pasuruan dengan gelar Tumenggung Wiranegara. Untuk mengurangi jatuhnya korban, Susuhunan Paku Buwono I memerintahkan Kabupaten Madiun untuk menghentikan perlawanan. Namun sudah terlanjur banyak korban dari Madiun, diantaranya Kyai Ronggo Pamagetan, Tumenggung Surobroto, dan Pangeran Mangkunegara dari Caruban.

Tahun 1705 Pangeran Sunan Mas (Amangkurat III) diusir dari istana Kartasura dan bergabung dengan Untung Surapati di Pasuruan.  Tahun 1706 terjadi pertempuran hebat di Bangil, akhirnya Benteng Surapati dapat dihancurkan prajurit gabungan, Untung Surapati tewas tanggal 17 Oktober 1706. Peperangan masih dilanjutkan oleh putra Suropati yaitu Raden Pengantin, Surapati dan Suradilaga yang di bantu prajurit dari Bali sampai tahun 1708, yang akhirnya banyak melarikan diri bergabung dengan Bupati Jayapuspita di Surabaya, Amangkurat III tertangkap dan di buang ke Srilangka. Setelah perang selesai, iring-iringan prajurit gabungan Kartasura dan VOC kembali melalui Kertosono, Caruban, Madiun, Ponorogo, Kedawung dan sampai di Kartasura.

Setelah perang Trunojoyo dan Suropati, selama hampir 40 tahun keadaan Madiun aman dan tentram, VOC tidak mau ikut campur urusan pemerintahan di Kabupaten Madiun. Bupati yang berkuasa pada waktu itu adalah Pangeran Harya Balitar, dilanjutkan Tumenggung Surowijoyo dan Pangeran Mangkudipuro hingga sampai masa Palihan Nagari.  

Asal Mula Nama MADIUN

Ghibratz | 6:01 AM | 1comments
Asal Mula Nama Madiun

Pada masa pemerintahan Ki Ageng Reksogati dan Pangeran Timur nama Madiun belum ada, daerah ini dulu disebut Kadipaten Puroboyo atau Purboyo, kemudian sekarang diambil sebagai nama Terminal di Madiun. Asal kata Madiun mempunyai banyak versi, yang ditinjau dari berbagai sudut pandang, diantaranya yaitu : gabungan  dari : kata "medi" (hantu) dan "ayun-ayun" (berayunan), yaitu dikisahkan ketika Ki Mpu Umyang / Ki Sura bersemedi untuk membuat sebilah keris di sendang panguripan ( sendang amerta ) di Wonosari ( Kuncen, sekarang ) diganggu  gendruwo/ hantu yang berayun-ayun di pinggir sendang, maka keris tersebut diberi nama ”Tundung Mediun”. Kemudian cerita lain berasal dari “Mbedi” (sendang) “ayun-ayunan” (perang tanding) yaitu perang antara Prajurit Mediun yang dipimpin oleh Retno Djumilah di sekitar sendang. Kata ”Mbediun” sendiri sampai sekarang masih lazim diucapkan oleh masyarakat terutama di daerah Kecamatan Kare, Madiun. Mereka mengucapkan Mbediun untuk menyebutkan Madiun, versi berikutnya adalah Madya-ayun yaitu Madya ( tengah )  ayun ( depan ), Pangeran Timur adalah adik ipar dan  juga salah satu bangsawaan Demak yang sangat di hormati oleh Sultan Hadiwijoyo di Kasultanan Pajang, maka pada waktu acara pisowanan beliau selalu duduk sejajar dengan Sultan Hadiwijoyo di Madya ayun ( tengah depan )


Madiun pada Masa Kerajaan Mataram Islam

Pada akhir Pemerintahan Majapahit atau Masa kejayaan Kasultanan Demak Bintoro di wilayah Madiun selatan terdapat Kadipaten Gegelang atau Ngurawan yang didirikan oleh Pangeran Adipati Gugur salah satu putra  Prabu Brawijaya V. Dengan perkawinan putra mahkota Demak Pangeran Surya Pati Unus dengan Raden Ayu Retno Lembah yang merupakan putri Pangeran Adipati Gugur yang berkuasa di Ngurawan ( mungkin Dolopo sekarang ) maka  pusat pemerintahan dipindahkan dari Ngurawan ke Desa Sogaten  dengan nama baru yaitu Purabaya. Pangeran Surya Pati Unus menduduki Tahta Kabupaten Purabaya menggantikan Kyai Ageng Reksogati yang sebelumnya diangkat oleh Kasultanan Demak sebagai  pemimpin sekaligus penyebar agama Islam di wilayah Sogaten mulai tahun 1518 (Sogaten = tempat Kyai Reksogati)  berdasarkan penduduk setempat istana Purabaya di Sogaten disebut Bale kambang dan terdapat pula dusun Santren ( mungkin dulu tempat Pesantren Kyai Reksogati )

Pangeran Timur dilantik menjadi Bupati di Purabaya bersamaan dengan dilantiknya Hadiwijoyo sebagai Sultan Pajang tanggal 18 Juli 1568,  pemerintahan  berpusat di Desa Sogaten dan Sidomulyo sekarang. Sejak saat itu secara yuridis formal Kabupaten Purabaya menjadi suatu wilayah pemerintahan Kabupaten di bawah Kasultanan Pajang ( sebagai penerus Demak).

Pada tahun 1575 pusat pemerintahan dipindahkan dari Sogaten ke Desa Wonorejo/Wonosari di sebut juga Kutho Miring (demangan sekarang) yang letaknya lebih strategis karena diapit 2 sungai yaitu Kali Catur dan Nggandong, sampai tahun 1590.

Pada tahun 1686 Kesultanan Pajang Runtuh akibat adanya konflik internal dan serangan dari Mataram, maka Panembahan Rama (sebutan lain pangeran Timur)  menyatakan bahwa Purabaya adalah kabupaten bebas yang tidak terikat dengan hierarki Mataram, dengan tidak tunduknya Purabaya pada Panembahan Senopati, maka Mataram segera mengirim expedisi militer untuk menaklukan Purabaya, yang pada saat itu sebagai pimpinan Kabupaten Mancanegara Timur (Brang wetan), tahun 1686 dan 1687.  Namun prajurit Mataram selalu menderita kekalahan yang cukup berat. Prajurit Purabaya dan sekutu dipimpin oleh Raden Ayu Retno Djumilah yang telah mendapatkan mandat dari ayahnya Panembahan Rama. Retno Djumilah memimpin seluruh Kabupaten Mancanegara Timur diantaranya, Kabupaten Surabaya, Pasuruan, Kediri, Panaraga, Kedu, Brebek, Pakis, Kertosono, Ngrowo (sekarang Tulungagung), Blitar, Trenggalek, Tulung, Jogorogo dan Caruban. Pada tahun 1690, dengan berpura-pura menyatakan takluk dalam versi lain atas saran Ki Mandaraka  (Ki Juru Mertani)  Panembahan Senopati mengutus seorang dayang cantik jelita bernama Nyai Adisara untuk menyatakan kekalahan dengan membawa surat takluk dan sebagai tanda, Nyai Adisara membasuh kaki Panembahan Rama yang airnya nanti digunakan untuk siram jamas Panembahan Senopati, hal ini membuat Pasukan Purabaya  dan sekutunya terlena, maka berangsur-angsur pulanglah pasukan sekutu dari  Kabupaten Purabaya, dengan ahli strategi Ki Juru Mertani dan  40.000 prajurit    Mataram  yang telah bersiap di barat Kali Madiun menyerang pusat istana Kabupaten Purbaya, terjadilah perang hebat, tepat pada sore hari prajurit Madiun kalah dan banyak yang melarikan diri ke Surabaya, tinggalah Raden Ayu Retno Djumilah yang memang sudah ditugaskan ayahandanya untuk mempertahankan Purabaya, dengan di bekali pusaka  Tundhung Mediun yang bernama Keris Kala Gumarang dan  sejumlah kecil pengawalnya. Perang tanding terjadi antara Sutawidjaja dengan Raden Ayu Retno Djumilah dilakukan disekitar sendang di dekat istana Kabupaten Wonorejo (Madiun)

Pusaka Tundung Madiun berhasil direbut oleh Sutawijaya dan melalui bujuk rayunya, Raden Ayu Retno Djumilah dipersunting oleh Sutawijaya dan diboyong ke istana Mataram sedangkan Panembahan Rama (Ronggo Jumeno) melarikan diri ke Surabaya, sebagai peringatan penguasaan Mataram atas Purabaya tersebut maka pada hari Jum'at Legi tanggal 16 Nopember 1590 Masehi nama “PURABAYA” diganti menjadi “MBEDIYUN ” atau MEDIUN.

Sejarah Madiun

Ghibratz | 3:00 AM | 0 comments
BERIKUT SEJARAH MADIUN DARI MASA KERAJAAN HINGGA SAAT SEKARANG INI

Sejarah  Kerajaan Madiun dan Sekitarnya

Jejak-jejak  pemerintahan kerajaan dan kolonial di Madiun dapat kita lihat dan  pelajari dari catatan-catatan kuno yang masih ada yaitu berupa catatan-catatan sejarah yang berasal  dari para pujangga atau penulis pada masa Pemerintah Hindia Belanda, Kasunanan Surakarta, Kasultanan Jogjakarta serta cerita rakyat, cerita tutur dalam lakon-lakon kethoprak dan sisa-sisa peninggalan sejarah, yang berupa artefak dan tradisi budaya.

Jejak Kerajaan Medang Kahuripan di Madiun

Pada abad ke-8 M wilayah Madiun berada di bawah pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno dengan penguasa Dinasti Sanjaya yang berpusat di sekitar Jogjakarta sekarang, tidak lepas dari politik dan perebutan kekuasaan maka pusat pemerintahan kerajaan Mataram Kuno berpindah beberapa kali dan sampai akhirnya pusat pemerintahan Mataram pada abad ke -10 pindah ke Jawa Timur kemudian disebut  kerajaan Medang yang di kuasai oleh Dinasti Isyana sebagai penerus Dinasti Sanjaya dan Syailendra.

Raja Medang terakhir adalah Sri Maharaja Teguh Darmawangsa  Anantawikrama Tunggadewa, wilayah kerajaan Medang bagian barat  berbatasan langsung dengan Kerajaan Wurawuri / Worawari  yang pusat kerajaannya  kemungkinan di daerah Cepu  Jawa Tengah. Hubungan Medang dan Wurawari memanas sejak Kerajaan Wurawari berhubungan erat dengan Kerajaan Sriwijaya untuk merebut selat Malaka  sebagai jalur  perdagangan. Persaingan memuncak Prabu Darmawangsa mengirim pasukan untuk menduduki Malaka tahun 990-992 M.

Dalam perseteruan tersebut. Madiun punya arti penting, sungai Madiun dijadikan sebagai lalu-lintas perdagangan dan militer. Winangga ( Kelurahan Winongo) dijadikan  sebagai pelabuhan biduk. Dalam bidang pertanian Prabu Darmawangsa menuliskan perundang-undangan tentang Tata air pertanian pada salah satu batu di Prasasti Sendang Kamal dengan Bahasa Kawi yang berisi kutipan Kitab Shiwasana yaitu  Kitab UU Hukum yang mengatur kehidupan bernegara dan masyarakat menurut ajaran Hindhu Syiwaise yaitu kita harus taat Tri Darma bhakti : Kita wajib berbakti pada Siwa, Negara dan masyarakat termasuk keluarga Pusat pemerintahan Prabu Darmawangsa berada di Wwatan kemungkinan Wwatan berada di wilayah Maospati Madiun. Pada saat pesta pernikahan putri Prabu Darmawangsa dengan Airlangga, tiba-tiba Kota Wwatan diserang oleh pasukan Wurawari yang berasal dari Lwaram ( Mungkin sekarang Desa Ngloram, Cepu, Kab. Blora )  peristiwa ini tercatat dalam Prasasti Pucangan.

Prabu Darmawangsa Teguh tewas dan Airlangga berhasil melarikan diri ke Wonogiri ditemani Mpu Narotama, setelah tiga tahun dalam pelarian Airlangga membangun kembali Kerajaan Medang  di Watan Mas (dekat Gunung Penanggungan). Airlangga naik tahta untuk melanjutkan wangsa Isyana di Jawa Timur tahun 1009 M. setelah melakukan penaklukan-penaklukan semua daerah  diantaranya Raja Hasin dari (?), Raja Wisnuprabawa dari Wuratan, Raja Wijayawarma dari Wengker (Ponorogo), Raja Panuda dari Lewa, Raja Putri dari Wilayah Tulungagung dan pada tahun 1032 Prabu Airlangga menaklukan Raja Wurawari serta menumpas pemberontakan Wijayawarma Raja Wengker. Wilayah kekuasaan Prabu Airlangga membentang dari Pasuruan Timur sampai wilayah Madiun dan membangun istana baru di daerah Sidoarjo bernama Kahuripan.

Selanjutnya Disini

Popular Posts

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. MADIUN kota KITA - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger